Pilkada Dki Jakarta Paling Purba || Ilyas, M.M.Pd (Dosen Stkip Yapis Dompu)

    Saya termasuk yang paling gregetan dengan Pilkada DKI Jakarta. Ingin rasanya melipat waktu biar hajatan politik elektoral ini segera berakhir. Saya tidak peduli siapapun pemenangnya. Bukan apa-apa. Pilkada ini telah menjadikan polusi di langit perpolitikan, menjadikan polarisasi serta menyisakan luka di Tanah Air. Bayangkan, berbulan-bulan praktik demokrasi lokal ini menguras energi (politik, ekonomi maupun agama) dan mengaduk-aduk emosi kita. 



     Meski berada di wilayah urban, bahkan menyandang status sebagai ibukota negara, namun Pilkada DKI Jakarta itu merupakan Pilkada paling purba dalam praktik demokrasi lokal di Indonesia. Jakarta merupakan pola demokrasi yang jelek dalam politik elektoral. Dalam bahasa Arab kota itu disebut “madinah” yang berarti “keberadaban”. Artinya, kota dan masyarakat kota ialah lambang kemajuan peradaban umat manusia, tidak hanya dalam hal teknologi, pencapaian ekonominya, tingkat pendidikan warganya, keteraturan masyarakatnya (social order) tapi juga level “keberadaban” masyarakatnya.

Baca juga artikel " Dewan Pembina GEMMA UIT Makassar Mengecam Tindakan Tidak Terpuji Terhadap Gubernur NTB Tuan Guru Bajang "

    Untuk yang terakhir inilah sehingga lahir ungkapan konotatif dan peyoratif menyerupai ‘kampungan’ yang melambangkan sikap dan sikap yang tidak mencerminkan “nilai-nilai kekotaan”. Tapi banyak sekali intrik murahan baik dari para petualang politik maupun para pemuja kekerasan berbasis agama yang dijejalkan selama kegaduhan Pilkada Jakarta menunjukkan secara telanjang, siapa bergotong-royong yang “kampungan” atau bukan: apakah yang norak dan kampungan itu warga desa yang buta aksara dan bodoh atau mereka yang tinggal di gedung-gedung pencakar langit dengan segala gegap gempita teknologi yang menemaninya. Pilkada Jakarta menunjukkan level sikap insan purba di kala digital: yang minoritas berteriak alasannya ialah merasa dizalimi, sedangkan yang lebih banyak didominasi berteriak alasannya ialah merasa dicurangi. Yang minoritas merasa hidupnya terancam, yang lebih banyak didominasi merasa jadi korban konspirasi jahat si minoritas. 


Sumber
Republikpos.com


Pilkada Jakarta juga menunjukkan sikap purba yang memalukan dari mereka yang well-educated dan paham agama alasannya ialah ruang-ruang publik (dunia faktual maupun maya) dipenuhi banyak sekali ungkapan kebencian berbasis SARA, menebar permusuhan, dan sikap kekerasan (baik kekerasan lisan maupun kekerasan fisik). Setiap kelompok merasa menjadi ‘korban’ sambil pada ketika yang sama merasa paling benar sendiri dan menghukumi yang lain sebagai terdakwa. Pilkada Jakarta juga menunjukkan sikap purba alasannya ialah agamapun--yang seharusnya menjalankan fungsi kritis terhadap kekuasaan--malah ikut dibajak oleh para penyembah berhala kekuasaan. 

Sumber
Jateng - Tribunnews.com


Di Pilkada Jakarta semuanya jadi serba politis: keimanan kepada Pilkada menjadi ukuran untuk menilai keimanan seseorang, ada salat Jumat politik, salat mayat politik, salah subuh berjamaah politis, tamasya Al-Maidah dan seterusnya. Singkatnya, Pilkada Jakarta tidak hanya menunjukkan sikap purba dalam berdemokrasi tapi juga menampakkan agama dalam wajah paling buruk. Semoga keburukan dan kepurbaan ini tidak menular ke Pilkada kawasan lainnya. .


Semoga bermanfaat untuk semua " Teamwork212 "

0 Response to "Pilkada Dki Jakarta Paling Purba || Ilyas, M.M.Pd (Dosen Stkip Yapis Dompu)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel