Bima Dalam Cermin Local Genius || Rahman Candra

Istilah Local genius atau lebih dikenal sebagai kearifan lokal menjadi salah satu tema menarik yang terus didiskusikan dikalangan para akademisi terutama dilihat dari kondisi objektif yang terjadi pada selesai –akhir ini, lebih khusus pada masalah sosial yang terjadi di Bima mirip perebutan lahan berakhir pada pertikaian antar kampung serta pembunuhan pelajar dikampus dan sekolah –sekolah. Ini menjadi indikator kenapa beberapa kalangan akademisi serta pegiat budaya untuk membicarakan permasalahan wacana local genius. Implikasi local genius berada pada penanaman nilai kearifan lokal melalui jalur pendidikan formal maupun nonformal.

Local genius sebagai paradigma holistik masyarakat Bima dalam sikap kemasyarakatan. Paradigma local genius harus menjadi tumpuan diruang lingkup kemasyarakatan dalam kehidupan, baik dalam ruang lingkup formal mirip pendidikan juga harus ditanamkan dan diruang lingkup luar sekolah mirip kehidupan sosial.

Baca Juga Artikel " Pemuda Sebagai Regenerasi Kepemimpinan "

Nilai kearifan lokal sanggup ditanamkan melalui pendidikan nonformal, mirip dalam acara obrolan budaya. Prof.Safiuddin menafsirkan istilah kearifan lokal sebagai bentuk sikap holistik yang terus dirawat oleh generasi kini untuk menjaga nilai luhur yang sudah usang ditanamkan oleh nenek moyang masyarakat Bima. Seperti salah satu falsafah Bima “nggusu waru” atau “manggusu waru” yang terkenal pada periode ke-15 dan hampir dilupakan bersamaan dengan perubahan serta masuknya budaya luar di Bima, secara harafiah kata “nggusu” diartikan sebagai bersusun atau bersegi dan terjalin dalam satu kata da waru berarti delapan. Kaprikornus secara etimlogi “nggusu waru” mempunyai arti “keadaan bersusun atau bersegi delapan terjalin menjadi satu”.

Dalam uraian kultur, istilah nggusu waru itu menggabungkan delapan sifat ideal pribadi. Mulai dari terhormat, butir-butir nggusu waru dalam bahasa bima “Dou ma nae ro dese ra ntasa” yang artinya “orang yang besar dan mulia”:

Ica kaina ‘bunesintikana dana mataho mena, artinya mirip tanah ,tabah menghadapi segala keadaan.

‘Dua kaiana ‘bunesintika oi na ‘busi kai na artinya mirip air cuek menyejukan

Tolu kaina ‘bunesintika afi ma pana pala na kamoriku dou artinya mirip api yang panas tapi menghidupkan orang

Upa kaina ‘bunesintika angi nalao ‘dipado-pado wati wara ma tapana artinya mirip angin sanggup menyentuh sebuah sudut tanpa ada yang menghalangi.

Lima kaina ‘bunesintika wura na kasanaku iu dou mationa artinya mirip bulan menyenangkan hati orang yang melihatnya.

Ini kaina ‘bunesintika liro na mbeiku mori ‘di dou marepa artinya mirip matahari yang memperlihatkan kehidupan bagi banyak orang.

Pidu kaina ‘bunesintika langi ‘di dou marepa artinya mirip langit yang bisa menghidupkan banyak orang.

Waru kaina ‘bunesintika moti na tarima samena-mena ma lu’u, pala ntumampa ntangga artinya mirip bahari sanggup mendapatkan masukan dari manapun namun terjaga asinya.

Sumber Wikipedia
Kab. Bima

Dalam istilah local genius, terdapat nilai utama falsafah Bima walaupun kini mulai tergusur. Sedangkan dalam filsafat, nggusu ra waru sanggup diartikan sebagai simbol karakteristik individu maupun pemimpin dalam hidup dan kehidupannya. Filsafat Bima ini diterjemahkan sebagai bentuk penjiwaan sikap tertutup ,sikap benci membenci dan sikap saling mementingkan kepentingan langsung dari pada sosial.

Kata-Kata Sulit :

Local genius yakni kemampuan masyarakat indonesia untuk menerima, memilah2 dan mengambil kebudayaan dari luar yang dianggap baik.
Paradigma adalah model utama, teladan atau metode (untuk meraih beberapa jenis tujuan). Seringkali paradigma merupakan sifat yang paling khas atau dasar dari sebuah teori atau cabang ilmu ( Sumber Wikipedia ).
Falsafah ialah satu disiplin ilmiah yang mengusahakan kebenaran yang umum dan asas( Sumber Wikipedia ).